Minggu, 20 Agustus 2017

The Responsibility


Menginjak usia 24 tahun, saya mulai berpikir apa arti hidup ini. Well, dalam keyakinan saya, saya tau bahwa hidup untuk beribadah pada sang pencipta, namun ketika jalan yang kita lalui ternyata berliku dan tidak seperti apa yang kita bayangkan, mungkin membutuhkan pemahaman dan penerimaan yang lebih dalam.

Hidup membawa saya ke titik ini, dimana pada suatu hari saya merasa sangat beruntung dan di hari berikutnya merasa tidak berdaya. Ya semua orang pasti merasakan hal yang sama hanya penyebabnya saja yang berbeda-beda, untuk saya penyebabnya adalah "tanggung jawab".

Pada suatu hari di tahun 2008, mama saya meninggal dunia karena penyakit kanker, meninggalkan saya dan 2 adik bersama papa. Kepergian mama adalah salah satu peristiwa yang paling menyedihkan dalam hidup saya, dulu saya berpikir demikian, dulu saya berpikir itu adalah puncak dari semua kesedihan, tapi ternyata tidak. Pada kenyataannya pahit manis hanya perasaan, persepsi dan pandangan sesaat.

Kehidupan 2 tahun sebelum mama meninggal pun memberikan banyak luka, drama keluarga. Saat itulah saya belajar mengenal perasaan takut, rasa sedih, rasa kecewa, rasa benci, rasa dendam dan semua rasa yang sebelumnya saya tidak tahu. Kehidupan masa kecil hingga saya menyelesaikan pendidikan SMP adalah kehidupan sempurna. Sedih, kecewa dan perasaan sejenisnya pasti ada, namun tidak seperti yang saya rasakan 2 tahun saat masa-masa mama saya sakit dan tidak berdaya. Saya belajar mengenal kepribadian orang-orang di sekitar, siapa yang baik, yang tidak baik, yang peduli, yang tidak peduli dan karakteristik lainnya. Intinya saya merasa sangat kecewa dengan hidup saya saat itu. Namun semakin bertambah usia, saya semakin sadar bahwa kehidupan itu yang membentuk saya menjadi saya hari ini. Saya bersyukur untuk semua kesedihan yang pernah terjadi karena hari ini hasilnya terasa setimpal, meskipun banyak luka di sana-sini yang harus saya obati dan sampai hari ini masih terasa bekasnya, namun ya, it just feel worth it.

Saya beranjak kuliah dan kehidupan terasa sempurna. Sekolah memang adalah hal yang sangat menyenangkan untuk saya. Kuliah adalah salah satu bagian hidup yang sangat saya nikmati bahkan rasanya terlalu menikmati hingga saya terperdaya dengan nyamannya hidup, mudahnya hidup dan semua rencana yang selalu berhasil. Bahkan saya teruskan hingga pendidikan S2 tanpa ada sedikitpun keraguan atau perasaan ingin bekerja. Yang saya pikirkan saat itu hanya sekolah, sekolah dan sekolah. Semua terasa mudah dan terasa sangat mungkin untuk digenggam. Beasiswa, rencana kuliah ke luar negri, persiapan untuk menyusuri seisi dunia, keinginan untuk meraih cita-cita, semuanya saya persiapkan tanpa keraguan sedikit pun. Tidak pernah terlintas dipikiran saya bahwa saya tidak bisa, tidak mampu atau tidak mungkin. Semua pasti bisa.! At least, itu yang dulu saya pikirkan.

Suatu hari saat semua rencana berjalan mulus, suatu hari di tahun 2015, papa meninggalkan saya selamanya. Meninggalkan saya bersama 2 adik yang masih butuh bimbingan, butuh sekolah dan butuh segalanya. Hari itu, semua duka yang sudah saya kubur dalam-dalam, semua luka yang sudah mulai pulih, semuanya kembali memenuhi diri saya. Duka yang saya kubur menyeruak memenuhi hati dan pikiran saya, luka yang membekas rasanya tercabik kembali bahkan terasa lebih sakit dan lebih besar. Semua mimpi, semua rencana, semua bahagia, hilang. Saya bahkan seperti orang tidak sadarkan diri beberapa waktu. Sampai saat ini pun saya tidak terlalu ingat apa yang terjadi pada hari itu.

Peristiwa itulah yang menjadi titik balik hidup saya. Peristiwa itu mengajarkan banyak hal tentang hidup, mengajarkan saya tentang cara berpikir yang berbeda, tentang cara pandang yang berbeda namun menyisakan saya dengan pertanyaan "apakah arti hidup". Setelah papa meninggal, saya memutuskan untuk bekerja dan mengubur mimpi saya dalam-dalam, karena ada adik-adik yang lebih membutuhkan saya saat itu.

Hari ini sudah 2 tahun saya bekerja dan artinya sudah 2 tahun pula saya berpaling dari mimpi-mimpi saya. Dua tahun yang juga sama luar biasanya dengan kehidupan saya 10 tahun terakhir. Pengalaman hidup yang luar biasa (menurut saya) menjadikan saya pribadi yang sangat berbeda hari ini, bahkan beberapa teman berpendapat bahwa sama dewasa sebelum usia. Masa-masa baru bekerja sangat menyedihkan. Saya dan adik-adik tinggal bertiga di jakarta, tinggal di kontrakan seadanya, makan seadanya dan hidup seadanya. Adik saya yang paling kecil bahkan harus "nganggur" 1 tahun karena tidak bisa melanjutkan kuliah. Saya belum punya penghasilan cukup saat itu. Masa-masa sulit itu membuat kepribadian saya menjadi semakin keras. Saya mulai menutup diri dari "omongan" orang-orang di sekitar saya. Saya fokus pada satu tujuan yaitu bertahan hidup bersama adik-adik. Saya tidak peduli ada atau tidak keluarga yang memikirkan kami, saya tidak suka megeluh, tidak suka meminta dan tidak suka menyerah. Tanpa sadar saya belajar menjadi mama, papa, kakak dan teman untuk adik-adik saya.

Bulan pertama bekerja, adik saya yang tua masuk rumah sakit karena kecelakaan (kesalahan dia sendiri), membuat saya kehilangan akal karena baru 1 bulan setelah papa meninggal sudah terjadi lagi hal buruk lainnya. Bersyukur saya punya teman-teman yang baik, punya bos di kantor yang baik, punya dosen di kampus yang baik, mereka membantu saya. Setahun berlalu, adik yang kecil masuk kuliah, dan saya sangat senang. Setahun berlalu (awal tahun ini), adik saya yang tua kembali terkena masalah pribadi yang mengharuskan saya menghabiskan uang cukup banyak (untuk ukuran kemampuan finansial saya) demi menyelesaikan masalah tersebut.

Semakin hari rasanya semakin berat. Semakin hari saya semakin sadar bahwa yang ada di pundak saya saat ini bukan hanya beban pribadi, tapi ada 2 orang yang harus saya pastikan kebahagiaanya. Permasalahannya, terkadang saya kehabisan energi, kehabisan daya untuk memikirkan orang lain sementara tidak ada yang memikirkan saya. Rasanya saya belum siap menjadi orang tua di usia saya sekarang dengan tanggung jawab sebesar ini. Karena itu, munculah cita-cita baru di hati saya yaitu menikah. Pada awalnya saya hanya berpikir menikah akan meringankan beban saya, minimal saya punya teman untuk berbagi beban berbagi tanggung jawab. Tidak terlintas mencari pasangan yang mapan dan kriteria lainnya, saya hanya ingin punya teman hidup yang mau berbagi suka dan duka bersama.

Ternyata menentukan pasangan hidup pun tidak mudah, karena ada hal yang saya lupa yaitu, calon suami saya (nanti) pun memiliki keluarga sendiri, punya cita-cita sendiri dan punya masalah sendiri. Saya tidak bisa serta merta meminta dia mengerti saya, menerima saya dan setuju dengan semua rencana saya. Disinilah masalah "tanggung jawab" muncul dipikiran saya. Saya selama ini berpikir hidup yang saya jalani sudah cukup berat, cukup menyita hati dan pikiran saya, cukup membuat saya mengorbankan kebahagiaan saya untuk orang lain, cukup membuat saya pasrah, sehingga muncul pertanyaan di hati saya, kenapa saya harus megorbankan banyak hal juga untuk menemukan pasangan? bukankah pengorbanan saya sudah cukup? bukankah sudah saatnya saya bahagia? bukankah sudah saatnya ada yang berkorban untuk saya?. Semua hal itu berkecamuk di pikiran saya. Suatu hari saya bisa merasa bahwa saya sangat benar berpikir demikian namun hari berikutnya saya merasa saya terlalu egois. Bahkan terlintas dipikiran saya untuk menjadikan "tanggung jawab terhadap adik saya" sebagai alasan agar pasangan saya mau menerima keinginan saya. Namun itu semua cuma alasan. Kenyataannya adalah hari ini saya hanya ingin mendapatkan apa yang saya mau, menjalani hidup seperti rencana saya, menjalani mimpi-mimpi lain yang sedang saya bangun, melakukan hal yang nyaman dan bahagia untuk saya. Ternyata saya memang egois.!

Saya sedang berusaha menemukan jalan yang akan saya ambil, yang akan saya pilih. Pertanyaan "apakah arti hidup" yang selalu saya tanyakan tiap hari di hati saya, masih belum saya temukan jawabannya. Entah seharusnya hidup untuk kebahagiaan diri sendiri, entah untuk orang lain. Saya tidak tahu (belum tahu). Sempat terpikir ini itu, tapi tidak ada jawaban yang memuaskan hati saya. Yang saya tahu hari ini, tujuan hidup saya adalah bahagia. Saya ingin bahagia.! Saya tidak punya kesempatan tumbuh bersama mama papa dan adik-adik dalam satu rumah, saya bahkan tidak punya foto keluarga berlima. Dari kecil saya hidup terpisah dari mama papa dan adik-adik, namun ketika sudah besar mama papa tiba-tiba meninggalkan saya dengan tanggung jawab mengurusi adik-adik. Sungguh, itu deskripsi terbaik tentang "lucunya" hidup atau mungkin "ironi" atau justru itu "hidup". Saya tidak bisa menjelaskan yang saya rasakan, hanya terasa complicated. Bukan berarti saya tidak pernah bahagia, tidak pernah tertawa, saya bahagia hanya terkadang perasaan yang lebih sering muncul bukan bahagia. Seperti ada lubang di hati saya. Apakah saya tidak bersyukur? Tidak, saya sangat bersykur (atau belum sepenuhnya?). Hanya saya butuh sesuatu. Apakah saya salah menginginkan sesuatu untuk diri saya?

Saya ingin merasa utuh dan bahagia.!

Sabtu, 19 Agustus 2017

The Background

Latar belakang saya menulis blog ini adalah mencari alternatif baru untuk mengungkapkan perasaan saya, sederhananya sih "buat curhat". Meskipun saya baca di beberapa sumber bahwa menulis blog dapat memberikan banyak manfaat hingga dapat menguntungkan secara finansial, namun tujuan utama saya lebih ke "kesehatan psikologis". Sederhananya saya menulis blog supaya sehat secara mental.

Sedikit perkenalan tentang saya. Saya wanita muda (menurut saya), umur saya sekarang 24 tahun. Saya bekerja di Jakarta. Background pendidikan saya adalah peternakan namun lebih spesifik ke "breeding and genetic". Saya sangat suka belajar dan bekerja di bidang genomic, sederhananya sih "semua tentang DNA". Jadi saya belajar tentang DNA di peternakan? Iya.! Jika ada yang ingin berdiskusi tentang "genomic" entah tentang hewan, tumbuhan ataupun manusia, saya akan sangat senang untuk berdiskusi. Bagi saya genomic adalah dunia yang menyenangkan. Ok cukup tentang genomic karena hawatir saya melantur lebih jauh tentang hal yang bukan merupakan alasan kenapa saya ingin menulis disini.

Back to back, the blog.!
Ada satu artikel yang saya baca mengutip bahwa untuk membuat blog yang baik dan "menguntungkan", kita harus memilih tema yang tepat dan menarik. Ok, saya sudah berusaha dan hasilnya nothing. Mungkin karena tujuan saya menulis blog adalah mendapatkan "kesehatan psikologis" karena itu saya tidak bisa memikirkan tema lain selain "mau curhat aja". Dari keinginan kuat untuk curhat saya mengambil judul "The Journal" supaya lebih keren (iya memang supaya kedengaran keren aja, at least menurut saya sendiri).

Jadi blog saya ini (selanjutnya akan saya mentioned dengan sebutan The Journal) akan menjadi wadah bagi saya untuk "curhat" mengenai apa yang saya rasakan, apa yang saya pikirkan dan apa yang saya alami. Artinya tidak semua tulisan saya di The Journal adalah pengalaman pribadi atau kisah nyata karena bisa saja hanya pandangan saya tentang bagaimana saya memikirkan sesuatu atau impian saya terhadap sesuatu, tapi tidak juga semua yang saya tulis adalah hayalan karena apa yang saya pikirkan pasti berhubungan dengan kehidupan pribadi saya dan saya sangat senang untuk sharing pengalaman pribadi saya. Wow that's complicated.! Intinya saya akan tulis apa yang menurut saya bermanfaat (at least untuk diri saya sendiri dan semoga bisa bermanfaat untuk orang banyak juga) dan yang lebih utama bisa membantu saya untuk mendapatkan "kesehatan psikologis".

Ok let see bagaimana saya akan mengisi The Journal dan bagaimana The Journal membantu saya mecapai tujuan saya. Happy blogging.!

The Responsibility

Menginjak usia 24 tahun, saya mulai berpikir apa arti hidup ini. Well, dalam keyakinan saya, saya tau bahwa hidup untuk beribadah pada sa...